Jumat, 30 Mei 2014

9 JULI

Juli nanti pilpres akan digelar, muncul dua calon dari dua partai koalisi. Siapa yang menang, saya tidak tahu. Tapi saya punya jagoan sendiri, yaitu capres nomor urut tiga.
Pemberitaan kedua calon tampak semakin parah di portal berita online, ada pujian hingga caci maki. Tidakkah muak menyaksikan beberapa media televisi maupun berita yang timpang, seakan-akan tidak memiliki kode etik yang baik.
Ini reformasi salah kaprah yang dikuasai para bajingan-bajingan tengik berselimutkan topeng kemunafikan.

Nikmati sajalah.

WAJAH

Senja itu mulai lalu di kota
Lalu lalang di jalanan kuda-kuda besi
Tampak langit mencurahkan isi hatinya yang merah yang membara
Tapi siapa peduli pada langit
           Bukankah ia selalu seperti itu pada senja
Benar bukan
Dan tentu saja aku tak peduli
Menunggu lampu hijau tampil di traffic light
Tampak ia sangat serius dan ingin cepat ke tujuannya
          Bukankah ia selalu seperti itu pada senja
Benar bukan
Pergi ke ATM centre
Menunggu antrian
Tampak semua berwajah uang

JAKARTA

Perasaan ini sangat merindukan kota Jakarta, entah mengapa saya mesti kembali lagi ke Bangka. Untuk alasan ini saya masih belum paham akan keputusan saya. Dan saran dari beberapa orang saya abaikan untuk hal yang memang masih belum ada kepastiannya. Dan hal-hal tersebut justru sangat menantang bagi saya, walau akhirnya saya gagal beberapa kali.

Mungkin kedepannya jika saya tidak memiliki ikatan perasaan di kota ini, saya akan memutuskan untuk kembali ke kota Jakarta jika Tuhan mengkehendakinya. Tapi jika perasaan itu terikat, mungkin saya akan menetap di sini.

Beberapa kejadian sempat membuat saya stress, stress mungkin menjadi bagian dalam pengalaman manusia walau menempati porsi yang berbeda antar manusianya. Jika porsinya kecil, aman atau mungkin saja hidupnya biasa-biasa saja. Kalau tingkat stressnya tinggi, lebih baik tinggalkan saja apa yang dipegang.


Blog

Semakin rajin saja di blog. Justru teman saya yang jarang nonggol lagi dalam blog. Seperti biasa bahan tulisan ngak jauh dari itu-itu saja. Ingin menaikkan tingkatan tulisan saya agar lebih expert, terus terang agak sulit memang. Mungkin ke depannya saya harap dapat mengubah tulisan saya agar dapat lebih expert, hanya waktu yang akan menjawabnya.

Ada beberapa buku yang MASIH belum sempat saya baca, buku yang dari jauh-jauh saya tenteng antar pulau, terus terang saya merindukan waktu-waktu untuk membaca seperti dulu. Untuk Gramsci baru 10 persen saya baca. Pusing kepala saya membacanya.

Beberapa hari ini banyak kejadian yang terus terang sangat luar biasa. Saya tak perlu ceritakan di sini.

Jumat, 23 Mei 2014

Feel So Bad



Serasa menjadi buruk malam ini, hanya ditemani teh poci dalam teko dan cangkir kecil. Gula disediakan satu cangkir kecil, tuang habis pokoknya dalam cangkir minum.

Manisnya gula tak semanis hubungan ini dengan dunia. Penuh tantangan. Kerikil dan batu gunung siap menghadang kakiku. Dan tembok Cina terpanjang menghalangi jalanku.

Serasa menjadi semakin buruk malam ini.

Senja



Dan seketika senja itu lenyap dihadapanku, sebelum sempat aku berkata-kata ‘selamat tinggal’.
Aku sangka senja itu akan menunggu aku. Tapi aku salah. Ia pergi dan berlalu  begitu saja. Dan kegelapan pun muncul dibelakangku.

‘Ia akan kembali lagi’ ujar rembulan.
‘Nantikan ia esok lagi’

Begitu dan begitu terus setiap hari, ini seperti jadwal rutinitas yang aku jalani.

Dan lama-lama aku bosan. Sangat bosan. Senja seperti memberikan harapan palsu ibaratkan candu.
‘Selamat Tinggal’ ujarku.

Ikut Dan Pergi


Ketika itu kau berkata :
“Malam ini akan indah sayang, pulanglah dan kemarilah, berikan aku pelukkan hangatmu.”

Tapi aku ragu

“Yakinlah padaku”

Aku semakin ragu

Ragu
Ragu
Ragu

Hingga mesti ku lepaskan apa yang telah ku dapatkan di tanganku
“oh masa depanku, engkau mesti pergi karena aku harus mengikuti ia yang tak pasti”

Aku mengikutimu

Dan kau diam dan terus diam hingga diam itu menjadi muak bagiku

Dan kau pergi
Pergi meninggalkan aku yang duduk diam manis
Hanya kata ‘maaf’ yang kudapatkan dari dirimu

Kau pelacur jalanan yang paling hina
Yang telah menjerumuskan aku dalam liang kematian
Dan aku terjebak akan manisnya mulutmu
Kembali aku tak bisa
Dan luka ini akan semakin dalam kurasakan

Artemisia


Seorang anak kecil terlahir dari darah Yunani yang hidupnya menderita, selain kehilangan keluarga oleh karena pasukan Yunani dan kemudian dijual dan ditelantarkan. Diadopsi orang Persia yang menjadikan ia seorang komandan pasukan perang yang tangguh di kerajaan Persia. Ia nyaris menghancurkan pasukan Yunani dalam 300 Rise Of An Empire.

Artemisia ibaratkan wajah kemanusiaan sekarang yang terlahir kembali sebagai musuh bagi bangsanya sendiri. Dendam yang berujung pada kematiannya memang cerita tragis dalam kehidupan manusia yang tidak memperoleh keadilan yang real dan berpihak padanya. 

Keadilan sepertikan dewi buta memegang timbangan yang telah diperberat sebelah oleh yang berkuasa. Dan sebagai penonton yang baik, membiarkan itu semua terjadi didepan mata kita sendiri. 

Seperti itulah wajah kemanusiaan kita sekarang yang duduk tenang menyaksikan film tersebut. Kita diam tanpa banyak gerak dan hanya berkata ‘kasian’ pada Artemisia. Mengelikan.

Jika mesti mengingat dosa setiap manusia, pada dasarnya kita adalah manusia-manusia yang patut dimurkai. 

Hidup Artemisia berakhir. Dan begitu pula akhir dari 300 : Rise of an Empire.

Jumat, 09 Mei 2014

MALAM



Malam,
Tampak ombak-ombak terus menerus berlari dan berkejar-kejaran di pantai
“Kapan ombak itu akan berhenti”
Tanyaku

Dan angin berhembus
“Kapan angin di pantai ini akan berhenti”
Tanyaku

Hujan lalu turun
Dan aku berkata
“Semoga hujan ini tak pernah berhenti”

Jam Tangan

Aku ingin memberikan hadiah padamu Jam tangan Yang menunjukan waktu untuk kamu lalui Menghitung detik demi detik dengan sabar Mungkin aku ad...