Kamis, 23 Mei 2013

Anjing Berdasi


ANJING BERDASI

Saya  sangat tertarik ketika berbicara tentang seorang manusia, seperti yang saya sampaikan sebelumnya, kalau manusia itu sebenarnya pribadi yang unik.
Ada pembicaraan ringan bersama dengan mentor saya beberapa hari yang lalu, dan ingin saya bagikan. Kiranya ini bisa bermanfaat. Kalaupun tidak bermanfaat lebih baik diam saja. Karena orang bodoh kalau diam pun akan disangka bijak oleh orang lain.

Ini terkait dengan kasus politik di negara kita, dimana ada perkumpulan manusia yang menyebut dirinya sebagai suatu organisasi yang paling bersih di Indonesia. Tapi saat ini sedang digonjang ganjing setelah ketua umumnya terkait sama kasus “Hewan Impor”.

Saya tak kaget ketika mendengar berita ini. karena bagi saya, kasus-kasus korupsi, suap, main wanita, cuci uang, cari dana kampanye itu sudah biasa dikalangan politikus kita, hanya saja sepertinya rakyat itu sudah tuli dan buta melihat situasi ini.

Banyak kasus-kasus lainnya yang berhasil dibongkar oleh si “cicak” ini. bahkan buaya dan sapi pun mau ditelannya. Tapi walaupun masih jauh dari harapan untuk membongkar kasus-kasus masa lalu seperti kasus bank yang dibobol oleh “Anjing-Anjing Berdasi”.

Anjing-anjing berdasi itu sangat pandai dalam menjilat tuannya unntuk memperoleh kekuasaan dan kepercayaan. Bahkan saya sendiri binggung kenapa tiba-tiba salah satu dari anjing berdasi ini muncul sebagai salah satu orang paling berkuasa di negeri ini. Padahal sebelum itu tak pernah terdengar akan menjadi orang berkuasa, paling-paling Cuma jadi ‘pembantu” presiden saja mengurusi urusan “rumah tangga”. Dan langsung menjelit sebagai orang berkuasa. Ada apa ini? Apa karena profesinya sebagai  “anjing berdasi” itu yang memudahkan langkahnya.

Presiden Sukarno, dalam masa kepemimpinannya juga dikelilingi oleh “anjing-anjing berdasi” ini. Mereka seolah-olah mendukung Bung Karno, tapi sejujurnya mereka mengingini Bung Karno itu celaka. 

Mereka terlalu memabukkan Bung Karno dengan lidah-lidah mereka. Dan mungkin saja Bung Karno itu percaya kalau masih didukung oleh teman-temannya. 

Dan saat akan Bung Karno akan jatuh, mereka, “anjing-anjing berdasi” ini langsung berbalik menjadi penentang dan mengingini Bung Karno itu celaka sampai memenjarakan di penjara rumah.

Begitu pula dengan presidden kedua kita, Pak Harto. Awalnya mungkin saja Pak Harto yakin masih didukung oleh para menteri dan AD (yang sejak awal berkuasa menjadi pendukung Pak Harto) ditahun 1998. Tetapi namanya juga “anjing-anjing berdasi” mereka malah berbalik menjadi penyerang dan meminta Pak Harto mundur. Karena juga mereka melihat peluang dari kejatuhan Pak Harto, mereka malah menjadi berkuasa  setelah Pak Harto lengser. 

Justru “anjing-anjing berdasi” ini haruslah yang pertama dimusnahkan, bila perlu tembak mati di bundaran HI atau gantung saja di monas. 

Tapi saya rasa “anjing-anjing berdasi” ini tak akan habis-habisnya disingkirkan. Karena dimana ada kekuasaan dan uang, disitu mereka akan selalu menjadi penjilat-penjilat yang pandai menjilat kaki tuannya.

Coba lihat sekeliling, bukan hanya ada dilingkungan kaum borjuis besar saja, borjuis kecil hingga kaum proletariat pun menjadikan dirinya sebagai golongan penjilat-penjilat ini. Mereka kaum paling hina yang mengingini kekuasaan (posisi/jabatan) dan uang dengan menjilat tuan mereka dengan mencelakakan teman sesama borjuis kecil / proletariat lainnnya. Dengan memasang wajah bopeng yang ditutupi oleh topeng kemunafikkan.

Lebih celakanya, mereka merasa diri mereka benar apa yang dilakukannya. “Saya melakukan apa yang menurut saya benar, saya juga bukan penjilat atau mengingini teman saya celaka, juga  bukan seorang yang cari muka didepan tuan saya!” kata penjilat-penjilat ini. Inilah yang paling celaka, mereka menjadikan diri mereka sebagai kaum paling munafik didunia. Golongan ini menjadi golongan antagonis, pelawan arus dari kaum proletariat lainnya. golongan ini harusnya dirajam dengan batu saja.
Sangat mudah menemukan golongan proletariat penjilat-penjilat ini. mereka kebanyakkan ada diperusahaan-perusahaan, industri, organisasi-organisasi kecil.

Waspadai lah mereka, di kantor, di sekolah,  di kampus anda berada, mereka akan selalu mencari muka dan merendahkan Anda dibelakang anda. Mereka suka mempermainkan anda dialik kesabaran anda, mereka ingin mengajak anda main-main dengan permainan yang belum tentu bisa anda menangkan. Ibaratkan dengan perjudian.

Ingat kisah kurawa mempermainkan pandawa lewat perjudian, hingga istri para pandawa, Draupadi, menjadi taruhannya. Dan jangan pernah lupa juga,  kalau Sengkuni ada dibalik perjudian itu.

“LEBIH BAIK ANJING DIRUMAH YANG MENJILAT TUANNYA KARENA KASIH, DARIPADA ANJING BERDASI YANG MENJILAT TUANNYA KARENA DEMI SEBUTIR NASI”

Senin, 20 Mei 2013

SAYA TIDAK BANGGA PUNYA PRESIDEN


SAYA TIDAK BANGGA PUNYA PRESIDEN

Di negeri ini, pemimpin sangat dihormati
Di negeri ini, pemimpin sangat dicintai
Di negeri ini, pemimpin begitu  diberi hati
Di negeri ini, pernah melahirkan pemimpin sejati

Tapi itu dulu

Oleh sebab hak untuk beragama digugat
Oleh sebab utang negara masih numpuk
Oleh sebab hukum dan keadilan dibeli
Oleh sebab korupsi terus menjalar
Oleh sebab penyelewangan kekuasaan
Oleh sebab partai yang semakin korup
Oleh sebab kekayaan alam belum dinikmati rakyat sendiri
Oleh sebab puluhan juta rakyat masih miskin
Dan puluhan juta rawan miskin sekali
Oleh sebab beratus ribu rakyat miskin masih jadi babu dinegeri orang
Oleh sebab pendapatan per kapita masih rendah
Oleh sebab cita-cita reformasi semakin suram
Oleh sebab separatis masih menjalar dibumi Papua
Oleh sebab kasus HAM yang tak tuntas
Dan sepertinya tak pernah tuntas
Oleh sebab masih banyaknya Taspirin-Taspirin lainnya diluar sana
Oleh sebab rakyat masih terus diberi janji
Dan terus diberi mimpi-mimpi busuk

Di negeri ini, saya tak bangga pada DPR
Di negeri ini, saya tak bangga pada PRESIDEN
Saya tak bangga pada pemilu yang melahirkan pemimpin bobrok
(Saya juga tak bangga pada penghargaan ACF)

Saya tak bangga di negeri yang melahirkan pengkhianat dan penjilat

Kamis, 16 Mei 2013

MIMPI

MIMPI

Dan ini untuk malammu. 

Malam yang penuh kecemasan dan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi di dalam pikiranmu.

Pikiranmu yang menghancurkanmu hingga pikiran yang melambungkanmu hingga kedalam kedalaman bumi.

Bukankah engkau bermimpi akan phoenix terbang. Tapi phoenix tak punya  tempat untuk bertengger. Engkau gelisah akan mimpimu.

Setiap manusia bermimpi beda. Dan kau kalah dari mimpi manusia lainnya.
Mereka menarik mimpinya. Tapi engkau mengubur mimpimu.
. . .
Kemana asa ku yang telah pergi, aku mencarinya?
. . .
Asa mu telah pergi.
 Tidakah engkau tahu kemana ia pergi.
Engkau mencari asa mu. Tapi asa mu tak kunjung kembali.
Ia akan datang padamu. Lewat pintu yang lain. Tapi kau jangan mencari di pintu yang sama, karena ia tak akan lewat dua kali di pintu yang sama.
. . .
Aku berharap itu tak akan lama.
. . .
Ia tak akan lama. Tergantung dari kebodohanmu sendiri.
. . .

Selasa, 14 Mei 2013

MUSAFIR



MUSAFIR

Hei musafir, akan kemanakah kau pergi?
Aku melihatmu berjalan melewati depan rumahku.
Tanpa harapan.
Tanpa cinta.
Tanpa hati.
Dan engkau di cemooh manusia. Manusia menghindarimu.
Mengapa kau menatap begitu? Tatapanmu penuh kesedihan yang tak dapat dipahami.
Lihatlah jubahmu sendiri. Apakah engkau  tak memiliki  mata untuk melihat. Engkau begitu kotor dan terhina.
Dengan tangan yang terjulur keluar secara perlahan.
Dan hatimu pun kelihatannya tak berkeluh kesah dengan keadaanmu.
Siapa kau musafir?
Apa maumu?
Jangan singgah dirumahku!
Rumahku tak menerima dirimu!
Lewatlah jika kau mau. Tapi jangan usik aku!
. . .
Oh kau manusia, kau ingin serba tahu. Dan seakan-akan memberikanku jalan keluar.
Tidakkah engkau melihat dirimu sendiri. Engkau telanjang. Tidakkah engkau malu.
Lihatlah! Aku membawakan sesuatu untukmu manusia!
. . .
Apa ! apa yang kau bawa untukku!
. . .
Lihat, aku menyeretnya sampai  kesini. Dan aku ingin memberikannya padamu.
Kematianmu . . .
Kematian keduamu . . .
. . .

Senin, 13 Mei 2013

HILANG


HILANG

Mereka hanya berteriak, menuntut, berjalan, menulis hingga mengajar. Tak ada pistol ditangan, tak ada tombak ditangan bahkan pisau tak ada dipinggang. Tapi mereka orang-orang ditakuti oleh yang berkuasa melebihi mafia dan teroris.
Mereka diikuti, setiap ucapan yang keluar dari mulut mereka akan dimintai tanggungjawab jika tak sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh kaum berkuasa. Setiap tulisan dari tangan mereka akan ditarik dari Koran kalau bisa tulisan itu hilang dari seluruh dunia.
“Rambutnya lusuh. Pakaiannya kumal. Celananya seperti tak mengenal sabun dan setrika. Ia bukan burung merak yang mempesona . . .” Tulis Tempo untuk mengambarkan seseorang dari ‘mereka’.
Buat apa ditakuti! Apakah mereka pemberontak?
Hanya merongrong kekuasaan yang bersikap tak adil. Menikam kekuasaan yang  gemar menghilangkan manusia. Melempar kekuasaan ke dasar jurang terdalam. Sampai membunuh kekuasaan itu sendiri.
Lewat teriakan kata-kata. Lewat kaki yang berjalan. Lewat tulisan adalah senjata mereka.
Tapi begitu dibencinya oleh kekuasaan, seperti melihat tikus dalam rumah. “Harus dihilangkan dari rumah” pikir kekuasaan.
15 belas tahun yang lalu mereka dihilangkan dari rumah mereka sendiri. Belasan aktivis yang katanya berjuang untuk meruntuhkan sang penguasa. Hilang tak berbekas. Bekasnya mungkin masih disimpan di dalam sarung pistol.
Dalam 15 belas tahun, setiap tahun mahasiswa yang katanya ‘teman’ dari mereka yang hilang turun ke jalan bawa spanduk dan embel-embel lainnnya menuntut supaya kasus hilangnya teman mereka diusut dan pelakunya ditangkap.
Selama 15 belas tahun juga penguasa baru (entah penguasa lama) yang lahir (atau tepatnya bersembunyi) dalam proses pergantian rezim (dari Orde Baru ke Orde Belum Reformasi) tiap tahun menyaksikan teman-teman yang ‘dihilangkan’ itu melakukan penuntutan dijalan-jalan, atau sekitar bundaran HI.
Tapi sepertinya penguasa tetap saja belum sembuh dari penyakit buta dan tuli. Sampai kapan jika sakit buta dan tuli itu bisa sembuh. Atau lebih tepatnya penguasa itu ‘mati’.
Bukankah ‘mati’ lebih tepat ungkapannya. Manusia mati, ia tak bisa merasakan lagi sakit dan senang, ia tak mendengar, ia tak melihat, ia tak bisa mencium. Semua inderanya mati.
Atau penguasa itu mayat hidup yang tak memiliki  perasaan. Yang masih saja tak mau mendengarkan jeritan mereka yang menjadi sanak saudara, keluarga, teman perjuangan yang menjadi korban dari kekuasaan sebelumnya. Penguasa baru (entah lama) yang naik takhta juga tak ikut berjuang, hanya menyaksikan lewat televisi dirumah perjuangan para aktivis. Tiba-tiba naik ke takhta karena perjuangan orang lain.
. . .
Hilang ingatan juga yang memperingatinya. Hanya menjadikan Mei itu bulan kramat untuk turun kejalan. Setiap tahun seperti dibuatkan suatu peringatan. Jadi selama sebelas bulan itu lupa. Cuma ingat bulan Mei saja. Hilang ingatan bahwa masih ada yang perlu dituntut.
Kemana mereka yang terhilang itu?
Adakah manusia yang tahu?
Atau harus berlari kepada malaikat lalu bertanya?
Sampai kepada para ‘iblis’ berdasi yang menenteng senjata penuh darah?
Dia jatuh
Rubuh
Satu peluru dalam kepala

Ingatannya melayang
Didakap siksa
Tapi siksa Cuma dapat bangkainya
(Lekra)
Tapi bangkaipun hilang entah kemana.

Jam Tangan

Aku ingin memberikan hadiah padamu Jam tangan Yang menunjukan waktu untuk kamu lalui Menghitung detik demi detik dengan sabar Mungkin aku ad...