Kamis, 17 September 2015

Negeri Tanpa Matahari

Baru kali ini saya lihat bahwa matahari tidak menampakan dirinya bukan karena cuaca atau badai, tapi karena asap. Asap yang berasal dari hutan yang terbakar atau dibakar oleh mereka yang disebut berkuasa. Ini negeri para bedebah.

Negeri ketika penguasa takut kepada yang berkuasa atas uang. Semua jadi mudah bukan. Sementara rakyat hanya mengeluh atas perlakuan tersebut tanpa ada perubahan berarti sebenarnya. Berganti-gantinya orde pun tiada artinya jika penguasa takut kepada yang berkuasa atas uang.

Uang kami yang seharusnya untuk pembangunan disaat krisis ini digunakan untuk menaikkan gaji para anggota dewan yang (tidak) terhormat (masih dibilang kurang).   Negeri tidak memiliki rasa malunya sama sekali. Semua diisi oleh para bajingan yang tidak tahu malu. Dari desa ke kota. Dari kota ke provinsi. Dari provinsi ke pusat yaitu Jakarta. Dari PSSI ke FIFA. Dari hutan muncullah asap. Asap dari Indonesia di ekspor ke negeri lain.

Negeri ini indah seperti surga. Tidak. Negeri ini seperti sebongkah keju ukuran truk raksasa yang berisikan tikus dan kecoak didalamnya. Ya. Ini negeri yang diisi oleh para bajingan.

Matahari keliatannya malu untuk menampakan dirinya hari ini. Mungkin esok ia akan kembali untuk negeri ini. Atau mungkin saja tidak. Lebih baik tidak saja.

Jam Tangan

Aku ingin memberikan hadiah padamu Jam tangan Yang menunjukan waktu untuk kamu lalui Menghitung detik demi detik dengan sabar Mungkin aku ad...