Beberapa waktu lalu
saya menonton video seorang berbicara bahwa tujuan dari manusia itu sendiri
adalah menjadi manusia. Pernyataan yang sederhana tapi sebenarnya cukup rumit.
Sebenarnya apa itu manusia?
Siapakah manusia itu?
Apakah penulis sendiri manusia?
Menurut KBBI manusia :
n makhluk yang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain); insan; orang. Dan
tentu saja kita adalah manusia. Tapi apakah benar bahwa kita manusia seutuhnya?
Socrates mempunyai
pandangan mengenai hakikat dari manusia itu sendiri : “Manusia adalah manusia
yang rasional. Manusia mungkin bervariasi dalam kemampuan rasionalitasnya,
mungkin mereka dapat kekurangan secara mental, atau mungkin mereka malah
menolak kerasionalitasan. Tetapi bagaimanapun juga definisi hakikat manusia
secara universal tetaplah memegang kebenaran. Manusia dapat membedakan
kebajikan, pengetahuan dari ketidaktahuan. Manusia dapat mengetahui kebaikan, dari
mengetahuinya dia dapat mengikutinya. Untuk kepada orang yang tidak mengenal
kebaikan dia akan memilih mengikuti keburukan.”
Manusia menurut
pandangan Socrates adalah manusia yang rasional. Manusia seharusnya memegang
kebenaran, dan yang memegang kebenaran akan menuntun manusia lainnya (yang
tidak mengenal kebenaran) untuk mengikuti kebenaran/kebaikan.
Dalam hal ini mungkin
kita merasa egois bahwa kita adalah manusia yang benar. Benar menurut pandangan
kita sendiri. Tapi tidak bagi orang lain. Terus bagaimana kita dapat mengetahui
kebenaran itu? Mungkin disinilah peran rasionalitas sebagai seorang manusia
diperlukan, yang membedakan kita dengan mahkluk lainnya adalah akal. Apakah
kita sudah berpikir rasional? Atau kita masih belum mencapai tahap manusia
rasional itu?
Menjadi rasional
mungkin mudah, tapi bagaimana rasional yang berujung pada egoisme apakah dapat
dibenarkan? Tentu tidak. Egoisme mungkin hasil dari ketidakmampuan kita dalam
berpikir rasional. Menjadi manusia rasional adalah hal yang sulit. Kalau pun
itu mudah, mungkin saudara kita di Asmat tidak akan terkena gizi buruk, kita
tidak akan menebarkan kebencian, atau Afrika tidak hanya menjadi ladang
eksploitasi dan peperangan, mungkin juga presiden Trump tidak akan
berkonfrontasi dengan presiden Jong-Un.
Kita perlu berpikir
rasional untuk dapat menjadi manusia seutuhnya. Kita lahir dengan berbagai
kebutuhan biologis kata Plato. Plato mengungkapkan bahwa bagian yang paling
rasional adalah jiwa, dan jiwa dibagi tiga bagian, yang mempertanyakan,
semangat dan hasrat. Dan interaksilah yang membuat kita benar-benar menjadi
manusia.
Kita mungkin belajar
menjadi seorang manusia seutuhnya, yang berpikir rasional. Akal budi
dipergunakan sebagaimana mestinya, mencari pengetahuan, dan memiliki harsat
pada kehidupan.
Menjadi manusia
rasional akan membuat lingkungan semakin baik. Lingkungan ini membutuhkan orang-orang
yang berpikir rasional, haus akan pengetahuan, memiliki hasrat dan berinteraksi
positif pada lingkungan sosialnya. Sehingga akan meminimalisir egoisme pada
saat interaksi sosial.
Dale Carniege menulis dalam
bukunya bahwa orang-orang itu paling suka berbicara tentang dirinya sendiri. Dan
tentu saja kita sangat suka berbicara tentang diri kita sendiri daripada
mendengarkan orang lain. Semakin banyak orang berbicara tentang dirinya
sendiri, maka akan sedikit rasionalitas dalam lingkungan, karena ini semua
tentang AKU bukan KITA.
Kita mungkin adalah
manusia. Tapi apakah kita manusia seutuhnya? Apakah kita manusia yang berpikir
rasional? Apakah kita manusia berakal budi? Apakah kita manusia hasil dari
evolusi?
Tapi jika memang ada
rasionalitas dalam lingkungan kita, mungkin akan sedikit kebencian dalam
lingkungan kita, mungkin akan sedikit penderitaan, mungkin akan sedikit
kelaparan disekitar kita, mungkin akan sedikit peperangan.
Tapi kita masih jauh
dari rasionalitas, kita masih suka membuat batas. Antara aku dan kamu, antara
kita dengan mereka, antara milikku dengan milikmu, antara kita semua. Mungkin jikalau
ada mahkluk di planet lain akan menulis begini tentang manusia di bumi “Manusia
suka membuat batas di antara manusia”.
Semoga kita manusia
berpikir rasional dan haus akan pengetahuan. Dan berpegang teguh pada kebenaran
dan menuntun mereka yang memilih keburukan kepada jalan kebenaran.