Minggu, 24 Mei 2020

LEMANTUN DAN KITA


Pada sebuah film pendek berjudul Lemantun sebuah karya dari Wregas Bhanuteja mengisahkan tentang seorang ibu yang mewariskan Lemantun (Lemari) kepada kelima anaknya. Tapi ada yang menarik dari film ini, bahwa terkandung makna filosofi yang dalam.

Dimulai dari ruang tamu yang ada lima orang anak dan seorang ibu, dari lima orang anak hanya satu anak yang duduk di lantai, sedangkan ke empat anak lainnya duduk di kursi. Keempat anak dari ibu ini memiliki gelar pendidikan yang baik, dari Drs, S.Ikom dan seorang dokter. Tentu dalam tradisi ibu ini adalah ibu yang berhasil mendidik anak-anaknya sampai ke sarjana. Tapi hanya satu anak yang tidak memiliki gelar, yaitu bernama Tri.

Diceritakan bahwa keempat anak tersebut tinggal di Kota, sedangkan hanya Tri yang tinggal dirumah bersama ibunya sambil jualan bensin. Mungkin dalam persepsi kita hanya Tri anak yang tidak memiliki  pendidikan seperti saudara lainnya, dan sibuk menyediakan minuman kepada saudara-saudara lainnya.

Ketika semua lemari sudah diwariskan, dan dibawa pada hari itu juga, diceritakan hanya Tri yang memanfaatkan lemari itu untuk jualan bensinnya, sedangkan empat lemari lainnya ada yang ditaruh di gudang, dipinggir jalan (entah dijual), dipinggir sungai dan di kantor. Artinya keempat lemari ini tidak digunakan atau dimanfaatkan oleh ke empat anaknya. Mungkin mereka merasa malu pada kondisi lemarinya, atau mereka merasa tidak dapat digunakan lagi.

Mempunyai makna yang cukup dalam menurut saya, dimana Wregas menganalogikan bahwa lemari itu adalah rahim seorang ibu, siapa yang masih membutuhkan lemari itu adalah anak yang paling mengasihi ibunya tanpa memperhitungkan apapun. Dimana Tri adalah sosok yang lemah, tidak berpendidikan dan bekerja seadanya tapi yang masih mengurus ibunya dan mengunakan lemari tersebut.

Ketergantungan anak pada ibunya tidak akan pernah usai. Ada sebuah adegan dimana Tri masuk kedalam lemari. Lemari tempat kita menyimpan barang berharga, kenangan, bisa juga dalam artian rahim ibu bermakna perlindungan dan kasih sayang.

Mungkin pembaca harus menonton film karya dari Wregas Bhanuteja ini, sangat filosofis dan dalam sekali. Apalagi diiringi musik dari Gardika Gigih yang serasa melankolik sekali.  

Jumat, 15 Mei 2020

KEMBALI UNTUK MENULIS


Di 2018 saya hampir tidak aktif dalam menulis. Hanya dua tulisan saya yang naik ke blog pribadi. Di 2019 saya tidak pernah menulis kembali, teringat beberapa kali untuk menulis tapi tanpa realisasi.

Terus terang ini momen-momen yang sulit di 2019 dan 2020 untuk menulis, tapi saya tahu ini hanyalah masalah keinginan dan niat saja untuk menulis. Sejauh ini saya mengalami banyak hal-hal luar biasa di 2019 dan 2020 awal.

Di 2020 saya berkomitmen untuk dapat menerbitkan tulisan rutin, minimal dua tulisan dalam satu bulan. Merapikan kembali blog ini mungkin adalah tantangan tersendiri bagi saya. Tapi saya tetap berusaha untuk rutin menulis.

Ada banyak hal yang ingin saya bagikan. Semoga kita tetap sehat selalu.

Jam Tangan

Aku ingin memberikan hadiah padamu Jam tangan Yang menunjukan waktu untuk kamu lalui Menghitung detik demi detik dengan sabar Mungkin aku ad...