Pada sebuah film pendek berjudul Lemantun sebuah karya dari Wregas Bhanuteja mengisahkan tentang
seorang ibu yang mewariskan Lemantun (Lemari) kepada kelima anaknya. Tapi ada
yang menarik dari film ini, bahwa terkandung makna filosofi yang dalam.
Dimulai dari ruang tamu yang ada lima orang anak dan seorang
ibu, dari lima orang anak hanya satu anak yang duduk di lantai, sedangkan ke empat
anak lainnya duduk di kursi. Keempat anak dari ibu ini memiliki gelar
pendidikan yang baik, dari Drs, S.Ikom dan seorang dokter. Tentu dalam tradisi
ibu ini adalah ibu yang berhasil mendidik anak-anaknya sampai ke sarjana. Tapi
hanya satu anak yang tidak memiliki gelar, yaitu bernama Tri.
Diceritakan bahwa keempat anak tersebut tinggal di Kota,
sedangkan hanya Tri yang tinggal dirumah bersama ibunya sambil jualan bensin.
Mungkin dalam persepsi kita hanya Tri anak yang tidak memiliki pendidikan seperti saudara lainnya, dan sibuk
menyediakan minuman kepada saudara-saudara lainnya.
Ketika semua lemari sudah diwariskan, dan dibawa pada hari
itu juga, diceritakan hanya Tri yang memanfaatkan lemari itu untuk jualan
bensinnya, sedangkan empat lemari lainnya ada yang ditaruh di gudang, dipinggir
jalan (entah dijual), dipinggir sungai dan di kantor. Artinya keempat lemari
ini tidak digunakan atau dimanfaatkan oleh ke empat anaknya. Mungkin mereka
merasa malu pada kondisi lemarinya, atau mereka merasa tidak dapat digunakan
lagi.
Mempunyai makna yang cukup dalam menurut saya, dimana Wregas
menganalogikan bahwa lemari itu adalah rahim seorang ibu, siapa yang masih
membutuhkan lemari itu adalah anak yang paling mengasihi ibunya tanpa memperhitungkan
apapun. Dimana Tri adalah sosok yang lemah, tidak berpendidikan dan bekerja
seadanya tapi yang masih mengurus ibunya dan mengunakan lemari tersebut.
Ketergantungan anak pada ibunya tidak akan pernah usai. Ada sebuah
adegan dimana Tri masuk kedalam lemari. Lemari tempat kita menyimpan barang
berharga, kenangan, bisa juga dalam artian rahim ibu bermakna perlindungan dan
kasih sayang.
Mungkin pembaca harus menonton film karya dari Wregas
Bhanuteja ini, sangat filosofis dan dalam sekali. Apalagi diiringi musik dari
Gardika Gigih yang serasa melankolik sekali.