Minke memang hanya tokoh fiksi yang diciptakan oleh Pramoedya A
Toer (bukan Tere Liye), sebagai pembaca Tetralogi Buru karya Pramoedya saya
sempat membaca beberapa komentar SoniQ (aliansi fans Iqbal) yang mengatakan “Lagian
Pramoedya itu siapa sih? Cuman penulis baru terkenal kayaknya. Masih untung
dijadiin film, dan si Iqbaal mau meranin karakternya biar laku bukunya” (sumber
mojok.co). Dan saya pun geleng-geleng kepala membaca komentar ini.
Sebenarnya saya memang tidak bisa menyalahkan komentar warganet
yang memang tidak mengetahui siapa Pramoedya Ananta Toer. Dan saya pun tidak
bisa menyalahkan Iqbal karena memerankan Minke, atau saya juga tidak bisa
menyalahkan Pak Harto atas pelarangan buku karya Pramoedya. Atau saya salahkan
Tere Liye?
Warganet memang bebas berkomentar dalam segala hal, karena menjadi
warganet tidak perlu punya KTP Warganet. Warganet akan mengomentari film Bumi
Manusia, Warganet akan menilai apakah Iqbal pantas memerankan Minke, Warganet
akan menjadi kritikus sastra yang hebat, dan tentu warganet bebas berkomentar
apa saja.
Minke pun sebenarnya tidak perlu juga ribut tentang siapa yang
pantas memerankannya, karena Minke sudah lama wafatnya dalam kesendiriannya.
Hanya isak tangis penuh kasih sayang Nyai dan cinta Annelies mungkin tidak akan
hilang. Tapi perjuangan hanya menjadi catatan di rumah kacanya Pangemanan.
Kesibukkan warganet berkomentar tentang pantas tidaknya Iqbal, Falcon
mungkin mempunyai pertimbangan lain yang memang harus kita pahami. Bagi fans
SoniQ (aliansi fans Iqbal) dianjurkan untuk menonton Bumi Manusia, bukunya
ditulis oleh Pramoedya bukan Tere Liye. Karena tentu saja pertimbangan komersil
lebih tinggi dari pertimbangan idealisme dan -isme -isme lainnya.
Mari sembari menanti filmnya, bagaimana kalau kita membaca ulang
Bumi Manusia karya Pramoedya (sekali lagi bukan karya Tere Liye).