Senin, 21 Oktober 2013

SINGAPURA

Negeri yang sangat kecil tapi menjadi panutan bagi pemimpin dunia untuk membentuk kota mereka menjadi seperti Singapura. Dunia ini memang membutuhkan seribu Singapura. Apa benar seperti itu?

Saya teringat akan sosok Bung Hatta. . . . .

Saat dua orang anggota KKO, Usman dan Harun yang melakukan sabotase di Singapura tertangkap oleh pemerintah Singapura pimpinan Lee Kuan Yew. Ancamannya tentu saja hukuman mati ditahun 1968.

Pemerintahan Soeharto mengajukan dispensasi. Kemudian ditolak.
Rakyat marah. Menuntut untuk diputuskan saja hubungan diplomasi kedua negara.

Begitu juga dengan Bung Hatta. Beliau marah terhadap keputusan Lee Kuan Yew. Hingga ia menyampaikan tekadnya bahwa ia tak akan menginjakkan kakinya lagi di Singapura. Dan memang, sampai akhir hayatnya, beliau tak pernah menginjakkan kakinya lagi di Singapura walaupun banyak undangan seminar dan maupun undangan lainnya dari negeri singa tersebut.

Bayangkan jika yang dilakukan oleh Bung Hatta juga diikuti oleh seluruh rakyat Indonesia.
Singapura bakalan BANGKRUT.

Senin, 14 Oktober 2013

MENULIS

Beberapa bulan ini tanpa sadar aktivitas membuat saya harus menunda penulisan untuk blog saya sendiri. saya sangat senang menulis beberapa hal yang menurut saya penting untuk saya bahas (walaupun terasa tak penting bagi pembaca).

Ada beberapa topik yang ingin saya bahas, tapi terasa berat sekali bahannya. Saya merasa hidup dalam menulis, sebab mungkin ini adalah cara terbaik bagi saya untuk meluapkan apa yang ada dipikiran saya dan uneg-uneg yang tak penting lainnya. saya juga tak berharap tulisan saya akan dibaca oleh khalayak umum. Menulis ini tak lebih dari sebuah latihan bagi saya untuk kedepannya.

Saya tak punya waktu untuk menulis, jujur saja. Ada beberapa tulisan yang belum saya selesaikan dilaptop. RUMET dalam mencari bahannya untuk ditulis. Mungkin kekurangan ide, lewat internet terus terang bahannya terasa dangkal dan cukup tahu saja tanggal dan waktu peristiwa. Selebihnya, saya kurang mempercayai bobot penulisan di internet.

Buku, saya membutuhkan buku untuk menjadi bahan referensi saya dalam menulis. Saya bukan Tan Malaka yang mempunyai otak seperti perpustakaan berjalan dalam kepalanya. Yang menulis walau tanpa bahan referensi atau buku ditangan.

Tulisan saya diterbitkan di dua majalah, walaupun masih dalam lingkup kecil peredarannya, saya berharap ini akan jadi batu loncatan kedepannya.

Dalam tata bahasa saya masih berantakan. masih banyak yang harus saya perbaiki dalam tata bahasa yang baik dan benar. Perlu koreksi lagi.

Tentang Kambing Hitam tulisan saya. Itu hanya tulisan ringan yang ditulis dalam tempo tak kurang dari 30 menit. Saya ingin menulis kategori berat tentang ekonomi, sosial, filsafat dan sastra. walau masih dangkal dalam pemahaman, tapi setidaknya saya cukup tahu.

Menulis itu membutuhkan kekuatan dalam bahasa, seperti Goenawan Mohamad, saya sangat menyukai tulisannya. dan terkadang kagum dengan pengunaan tata bahsa yang indah dan memikat.

Menulis itu membutuhkan ide. Jika tak mempunyai ide, berhentilah dahulu menulis.

S.H.G

Saya ingin mengingat tentang S.H.G
Yang terlahir dalam jaman edan
Jaman ketika orang memakai topeng masing-masing demi kekuasaan
Dan melupakan kebutuhan dasar rakyat.

Ketika masa muda dibumbui oleh rasa cinta
Cinta yang tak pernah berakhir manis bagi seorang aktivis
Aktivis yang melampaui jamannya
Dan terasa pahit untuk dikenang dan dikisahkan kembali.

Engkau jujur terasa percuma saat itu
Dan engkau pun dibenci dan dihina oleh karena kebenaran
Yang keluar dari tulisan-tulisan adalah kritik dan kebenaran
Tapi manusia saat itu adalah manusia edan yang terlahir dalam jaman edan

Senin, 07 Oktober 2013

BAPAK REPUBLIK YANG DILUPAKAN

(Tulisan ini diambil dari situs http://ahmadsamantho.wordpress.com/2008/09/02/34-artikel-menarik-seputar-tan-malaka/ dimana penulis ingin sedikit mengingat sosok Tan Malaka yang dilupakan oleh bangsanya sendiri.)
(Penulis bukannya men-copy-paste-kan atau hal negatif lainnya. tapi biarlah tulisan yang sedikit ini dapat mengajarkan kita tentang tokoh perjuangan kemerdekaan Indonesia -- walau sebagiaan orang menganggap tidak penting-- yang akan memberikan kita pengertian.)



Majalah Tempo dalam edisi khusus Kemerdekaan mengangkat profil Tan Malaka : Bapak Republik Yang Dilupakan. Tidak tanggung-tanggung edisi Tan Malaka ini terdiri dari 26artikel yang ditulis oleh wartawan Tempo dan 8 kolom/opini yang ditulis oleh pengamat/pakar dari Asvi Warman Adam hingga Ignas Kleden.
Beberapa petikan penting soal Tan Malaka, sehingga terlalu gegabah kalau kita mengabaikan edisi khusus tempo ini, mengabaikan Tan Malaka …..
”Ia menulis Naar de Republiek Indonesia (Menuju Republik Indonesia) pada 1925, jauh lebih dulu dibanding Mohammad Hatta, yang menulis Indonesia Vrije (Indonesia Merdeka) sebagai pleidoi di depan pengadilan Belanda di Den Haag (1928), dan Bung Karno, yang menulis Menuju Indonesia Merdeka (1933)”.
“Buku Naar de Republiek dan Massa Actie (1926) yang ditulis dari tanah pelarian itu telah menginspirasi tokoh-tokoh pergerakan di Indonesia. Tokoh pemuda radikal Sayuti Melik, misalnya, mengenang bagaimana Bung Karno dan Ir Anwari membawa dan mencoret-coret hal penting dari Massa Actie.”
“Bagi Yamin-yang kemudian bergabung dengan Tan dalam kelompok Persatuan Perjuangan-Tan tak ubahnya Bapak Bangsa Amerika Serikat, Thomas Jefferson dan George Washington: merancangkan Republik sebelum kemerdekaannya tercapai”
“W.R. Supratman sudah membaca seluruh buku Massa Actie itu,” kata Hadidjojo. Muhammad Yaminlah yang memaksa Sugondo memberikan waktu bagi Supratman memainkan lagu ciptaannya di situ. Lalu bergemalah lagu Indonesia Raya, lagu yang terinspirasi dari bagian akhir Massa Actie: “Lindungi bendera itu dengan bangkaimu, nyawamu, dan tulangmu. Itulah tempat yang selayaknya bagimu, seorang putra tanah Indonesia tempat darahmu tertumpah”
“Ia hidup dalam pelarian di 11 negara. Ia memiliki 23 nama palsu. Ia diburu polisi rahasia Belanda, Jepang, Inggris dan Amerika Serikat”.
“Ketika memperingati sewindu hilangnya Tan Malaka pada 19 Februari 1957, Kepala Staf Angkatan Darat Mayor Jenderal Abdul Haris Nasution mengatakan pikiran Tan dalam Kongres Persatuan Perjuangan dan pada buku Gerpolek (Gerilya Politik Ekonomi) menyuburkan ide perang rakyat semesta. Perang rakyat semesta ini, menurut Nasution, sukses ketika rakyat melawan dua kali agresi Belanda. Terlepas dari pandangan politik, ia berkata, Tan harus dicatat sebagai tokoh ilmu militer Indonesia. “
“….jika saya tiada berdaya lagi, maka saya akan menyerahkan pimpinan revolusi kepada seorang yang telah mahir dalam gerakan revolusioner, Tan Malaka. (testamen Soekarno)”
“Di seputar Proklamasi, Tan menorehkan perannya yang penting. Ia menggerakkan para pemuda ke rapat raksasa di Lapangan Ikada (kini kawasan Monas), 19 September 1945. Inilah rapat yang menunjukkan dukungan massa pertama terhadap proklamasi kemerdekaan yang waktu itu belum bergema keras dan “masih sebatas catatan di atas kertas”. Tan menulis aksi itu “uji kekuatan untuk memisahkan kawan dan lawan”. Setelah rapat ini, perlawanan terhadap Jepang kian berani dan gencar”.
Ketua Partai Komunis Indonesia, D.N. Aidit, mengatakan sumber kegagalan pemberontakan 1926 antara lain kurang persiapan dan minim koordinasi. “Tapi, selain itu, ada orang seperti Tan Malaka, yang tidak melakukan apa pun, hanya menyalahkan setelah perlawanan meletus,” kata Aidit. Dia juga menyebut Tan sebagai Trotskyite, pengikut Leon Trotsky (lawan politik Stalin), “sang pemecah belah”.
”Musso bersumpah menggantung Tan karena pertikaian internal partai”.
“Kongres memberi tepuk tangan yang ramai pada Tan Malaka, seolah-olah telah memberi ovasi padanya,” tulis Gerard Vanter untuk harian De Tribune. “Itu merupakan suatu pujian bagi kawan-kawan kita di Hindia yang harus melakukan perjuangan berat terhadap aksi kejam.” (Konggres Komintern ke 4)
Tan Malaka adalah Che Guevara Asia – Harry Poeze (penulis gigih Biografi Tan Malaka)
Silah mengakses ke seluruh 34 artikel tersebut dibawah ini, klik
http://ruangasadiru mahkata.blogspot .com/2008/ 09/tan-malaka- bapak-republik- revolusi. html

Selasa, 01 Oktober 2013

SEJARAH YANG DIGELAPKAN

Jika kita kembali di tahun 1965 tepatnya dibulan September dan tanggal 30, mungkin kita akan terus bertanya-tanya tentang siapa pelaku dari pembunuhan dan penculikan para jendral AD. Jika diserahkan ke para sejarahwan dan orang-orang yang disebut sebagai pemenang dalam tragedi yang disebut GESTAPU kita juga akan terus bertanya-tanya, mana kesaksian yang benar dan salah? dimana saksi-saksi kunci dari mereka yang tertuduh atau lebih tepatnya pimpinan CC PKI? Mengapa mereka dihabisi besgitu saja tanpa ada persidangan? Mengapa justru pimpinan CC PKI seperti D.N. Aidit harus ditembak dilapangan, begitu juga dengan Njoto yang sampai sekarang kuburannya pun tidak kita ketahui.

SEJARAH ADALAH MILIK MEREKA YANG MENANG. YANG MENANG BERHAK MEMBUAT SEJARAHNYA SENDIRI DAN MENENTUKAN SEJARAH.

Jam Tangan

Aku ingin memberikan hadiah padamu Jam tangan Yang menunjukan waktu untuk kamu lalui Menghitung detik demi detik dengan sabar Mungkin aku ad...