Terendah
Ada kalanya di
suatu waktu seorang manusia
mengalami titik dimana dirinya merasa
tak dibutuhkan dalam suatu masyarakat. Perasaan
itu muncul ketika mengalami kekecewaan dalam komunitas.
Terkadang pula ada kondisi dimana seorang manusia mengalami
titik terendah dalam hidupnya. Titik terendah
itu bisa berupa ketakutan yang besar. Kekuatiran. Kejenuhan hingga rasa
penyesalan yang mendalam.
Justru disaat seseorang membutuhkan suatu pertolongan dalam
kondisi-kondisi diatas, pertolongan itu belum datang.
“Ada kalanya Tuhan itu diam saat kita membutuhkan pertolongan”.
Tetapi ternyata manusia adalah sesosok yang terkadang
memberikan pertolongan diwaktu yang tak tepat. Saat tak menginginkan
bantuannya. Mereka datang dalam memberikan pertolongan yang justru seperti
cambuk berduri.
Merasa dirinya benar dalam memberikan bantuan, sampai memaksa orang tersebut untuk setuju dengan dia.
Tapi apa yang dibutuhkan oleh manusia yang berada dalam titik
terendah itu terkadang bukanlah manusia lainnya. Bukan manusia yang memberikan
cambuk berduri kepada kita.
Kita membutuhkan waktu.
Waktu untuk tersadar akan suatu mimpi buruk ini, yang
seakan-akan belum bangun dari kenyataan.
Waktu itu terkadang memang tak mau menunggu kita untuk bangun
dari mimpi buruk ini. Dia kejam, meninggalkan yang terlambat. Dan tak memberi
ampun bagi yang kehilangannya. Ia lebih kejam dari ibu tiri.
Kita mengaharapkan waktu itu bisa memberikan kelonggaran.
Berharap waktu itu bisa terulang.
Heiii… Apa engkau masih tertidur.
Mungkin bagi yang pernah merasakan dalam titik terendah dalam
hidup ini.
Tempat yang sangat dinantikan. Tempat dimana engkau tak akan
mendapatkan dirimu tersayat. Tempat dimana engkau bisa tenang. Tanpa memikirkan
dunia.
Di bawah nisan kah.
Engkau marah, engkau sedih, engkau berkata “Mengapa aku harus
ada didunia ini. Apakah untuk mengalami
kepahitan ini?”
Cambuk berduri kurasakan seperti menghantam tubuh. Menghantam
tanpa ampun. Seperti luka yang mendalam.
Tapi adakah yang peduli
akan semua ini.
Manusia lainnya hanya memberikan cambukan lagi. Hanya menberikan
siraman air garam.
Dan Tuhan memang terkadang diam. Tapi Ia tak akan diam terus.
Ia memperhatikan.
Memperhatikan kebodohan dan kelemahanku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar