BELAJAR DARI SANG NAGA ASIA
Catatan 25 September 2011
Setelah abad 19 milik bangsa Eropa kemudian abad 20 milik
bangsa Amerika, boleh jadi abad 21 ini menjadi milik bangsa Asia. Krisis
ekonomi hebat melanda beberapa Negara Asia pada akhir abad 20, menjadi babak
baru perbaikan ekonomi di awal abad 21 tersebut. Setelah satu decade berjalan
di abad 21 ini, angin musim semi mulai
berhembus ke Asia.
Kebangkitan ekonomi yang diperkirakan akan menghapus dominasi
Barat ( yang di pimpin Amerika Serikat dan Koloni nya ) akan segera bergeser ke
timur. Siapakah pemimpin kebangkitan bangsa Asia ini? Siapa lagi kalau bukan
China.
Memiliki sejarah panjang sebagai bangsa yang besar dan
memiliki penemuan besar yang unggul dibandingkan dengan bangsa lain di asia
ini. China akan mencengkram ekonomi dunia dengan “cakar Sang Naga” .
Indonesia memiliki sejarah yang cukup baik dengan China,
terutama dibidang perdagangan. Pada era Kerajaan di Indonesia, sering ditemukan
barang-barang peninggalan dari China berupa keramik dan kerajinan lainnya.
Begitu pula dengan Indonesia yang sering mengekspor barang pertanian ke negeri
itu.
Pada era Presiden Sukarno, indonesia memiliki hubungan yang
erat dengan negeri komunis itu. Denrgan terbentuknya poros Jakarta – Peking
menjadi bukti akan erat nya hubungan kedua Negara. Di forum internasional,
Konferensi Asia Afrika ( KAA ) di Bandung menjadi ajang bagi China untuk
mengenalkan dirinya karena negeri itu baru selesai perang saudara..
Benar akan pernyataan presiden Prancis Charles De Gaulle,
setelah selesai perang saudara di China Inggris dan AS memihak Taiwan, tetapi
De Gaulle mengejutkan dunia dengan memberi pengakuan kepada China bukan kepada
Taiwan. De Gaulle memberi pernyataan bahwa dunia cepat atau lambat akan
mengakui China.
Untuk Indonesia sendiri, walau hubunngan sempat memburuk pada
era Dinasti Soeharto namun kembali baik saat China mulai membuka diri nya walau
tak seerat dulu, tetapi hubungan tu harus kian terajut untuk menciptakan
kembali hubungan perdagangan yang erat seperti dulu.
Diawali dengan membuka diri kepada dunia luar, China ternyata
memilih system Kapitalis sebagai motor pengerak ekonomi nya. Mengandalkan
ekspor sebagai peningkatan pertumbuhan ekonominya dengan menciptakan
entrepreneurship baru sehingga lapangan pekerjaan mulai tercipta dan makin
banyaknya masuk investor.
Bagaimana dengan kita, perekonomian kita mulai membuka diri
saat era Orde Baru di tahun 1966. Puluhan tahun kita berkutat pada
ketergantungan pada pihak barat yang menjadi penopang ekonomi kita. Sebuah
kesalahan fatal yang menyebabkan kita seakan-akan mengemis pada Dollar nya AS.
Ketergantungan pada hutang dalam proses pembangunan segala
aspek, dan ketidakmampuan dalam hal pegawasan penyaluran dana-dana tersebut,
awal dari pemerintahan korup.
Kepemimpinan yang kuat di seperti di China, sangat diperlukan
oleh Indonesia saat ini. Apakah Indonesia tidak memiliki kepemimpinan yang
kuat? Tentu saja ada. Tapi seakan-akan mereka berusaha menghindar akan menjadi
pemimpin. Presiden sukarno memiliki pemikiran yang hebat, yang bisa disetarakan
dengan pemimpiin besar lain nya di dunia ini, tetapi pemikiran bung Karno
hialng bak ditelan bumi saat pergantian orde berlangsung. Orang yang di cap
sebagai Sukarnois di singkirkan saat itu. Padahal Bung Karno lah yang mampu
menjinakkan China.
Kita memiliki sejarah yang kuat dengan china dibandingkan
dengan Negara lain di Asean in. adalah keuntungan jika kita mampu mengandeng
lebih jauh lagi China demi kesejahteraan semua elemen masyarakat.
Tetapi harus ingat untuk tidak menjadi suatu pengemis yuan. Cukup
sudah kita di dikte oleh iihak barat selama puluhan tahun. Pada 2025 setidaknya ramalan akan kekuatan ekonomi
bahwa Inndonesia akan menjadi 10 besar kekutan ekonomi dunia, dan 2050 menjadi
5 besar. Ingatlah untuk tetap menjaga harga diri bangsa di mata iternasional,
setidaknya kita memiliki saatu pamor untuk melawan apa yang tidak kita
kehendaki.
Membangun negeri yang sesuai dengan cita-cita pancasila
tidaklah mudah, harus ada pengorbanan lebih yang harus kita keluarkan. Tetapi
jika pemimpin kita sendiri tak memiliki hati seorang pancasila, maka tak
mungkin tidak bahwa akan terjadi suatu Chaos dalam elemen berpolitik maupun
elemen lain. Dalam hal ini, kita akam
makin berada dalam ketidak pastian.
Pembelajaran terhadap kegagalan menjaga peluang investasi dan
ketidakseriusan terhadap mendatangkan investor, akan cukup memberikan rasa malu
di dunia internasionalisasi. Cukuplah RIM yang mengalihkan investasi ke negeri
tetangga, jangan ada lagi RIM-RIM lain
nya yang mengalihkan investasinya.
Bagaimana mungkin kita bisa mengalahkan China dalam hal
ekonomi, jika kita sendiri masih berkutat dengan persoalan dalam negeri saja
susah untuk dilewati. Saat ini kita masih belum lepas dari problem korupsi,
calo-calo, macet di ibukota dan ketidakmerataan dalam pembangunan.
Belajarlah dari sejarah Bung, bagaimana China dan Singapore
mengatasi problem korupsi dan calo-calo anggaran saat ini. Atau belajar juga
kepada Thailand yang saat ini sudah memiliki perencanaan yang matang akan
transportasi massal mereka. Kita sudah banyak ketinggalan dalam pembanggunan
ini.
Lebih tragis lagi, setiap kepala daerah ingin menantikan
pemberiaan dana dari pusat, setiap tahun selalu begitu. Menanti dana lebih
besar dari pusat. Sampai kapan menanti dana dari pusat terus. Dengan meminta
para wakil DPR dari daerah masing-masing untuk melakukan lobi, supaya dana
untuk daerah tersebut bertambah. Belajar juga dari kota Solo bagaimana
mengelola keuangan daerah dan menambah anggaran mereka. Tidak selalu
mengharapkan dana dari pusat.
Kita tahu apa yang harus kita lakukan, tetapi kita tak pernah
melakukan apa yang seharusnya kita lakukan. Memang, membangun suatu bangsa yang
kuat dan sejahtera tidak semudah
membalikkan telapak tangan, butuh perjuangan dan pengorbanan. Indonesia sudah
terlalu banyak perngorbanan, sedangkan dimana perjuangannya. Hanya sedikit
kenyataan yang dilakukan, tak pernah ada suatu yang real bagi rakyat.
Rakyat hidup tidak hanya dari roti yang ada, mereka manusia
yang membutuhkan sesuatu yang lebih. Keadilan, kebebasan yang saat ini masih
sulit dirasakan.
Belajarlah dari siapapun juga hai Bung, belajarlah dari
mereka yang telah mencantumkan diri mereka di sejarah. Mereka tak sekadar
memberi janji, tapi bukti dari janji-janji mereka.
Kita jangan berdiam diri lagi, jangan berdiam diri melihat
ketidak adilan yang ada. Banyak pemimpin di Indonesia saat ini yang telah
bandit-bandit ekonomi, rakyat membayar
pajak, tetapi mereka menikmatinya saat pajak ini, bahkan mereka berdalih bahwa
mereka adalah orang-orang jujur dan selalu menuruti perintah agama.
Belajarlah hai Bung. Belajarlah, sebelum engkau merasakan
gelombang kemarahan rakyat karena ketidak adilan dan kejujuran mu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar