Senin, 01 April 2013

BELAJAR DARI SANG NAGA ASIA


BELAJAR DARI SANG NAGA ASIA
Catatan 25 September 2011
Setelah abad 19 milik bangsa Eropa kemudian abad 20 milik bangsa Amerika, boleh jadi abad 21 ini menjadi milik bangsa Asia. Krisis ekonomi hebat melanda beberapa Negara Asia pada akhir abad 20, menjadi babak baru perbaikan ekonomi di awal abad 21 tersebut. Setelah satu decade berjalan di abad 21 ini, angin musim semi mulai  berhembus ke Asia.
Kebangkitan ekonomi yang diperkirakan akan menghapus dominasi Barat ( yang di pimpin Amerika Serikat dan Koloni nya ) akan segera bergeser ke timur. Siapakah pemimpin kebangkitan bangsa Asia ini? Siapa lagi kalau bukan China.
Memiliki sejarah panjang sebagai bangsa yang besar dan memiliki penemuan besar yang unggul dibandingkan dengan bangsa lain di asia ini. China akan mencengkram ekonomi dunia dengan “cakar Sang Naga” .
Indonesia memiliki sejarah yang cukup baik dengan China, terutama dibidang perdagangan. Pada era Kerajaan di Indonesia, sering ditemukan barang-barang peninggalan dari China berupa keramik dan kerajinan lainnya. Begitu pula dengan Indonesia yang sering mengekspor barang pertanian ke negeri itu.
Pada era Presiden Sukarno, indonesia memiliki hubungan yang erat dengan negeri komunis itu. Denrgan terbentuknya poros Jakarta – Peking menjadi bukti akan erat nya hubungan kedua Negara. Di forum internasional, Konferensi Asia Afrika ( KAA ) di Bandung menjadi ajang bagi China untuk mengenalkan dirinya karena negeri itu baru selesai perang saudara..
Benar akan pernyataan presiden Prancis Charles De Gaulle, setelah selesai perang saudara di China Inggris dan AS memihak Taiwan, tetapi De Gaulle mengejutkan dunia dengan memberi pengakuan kepada China bukan kepada Taiwan. De Gaulle memberi pernyataan bahwa dunia cepat atau lambat akan mengakui China.
Untuk Indonesia sendiri, walau hubunngan sempat memburuk pada era Dinasti Soeharto namun kembali baik saat China mulai membuka diri nya walau tak seerat dulu, tetapi hubungan tu harus kian terajut untuk menciptakan kembali hubungan perdagangan yang erat seperti dulu.




Diawali dengan membuka diri kepada dunia luar, China ternyata memilih system Kapitalis sebagai motor pengerak ekonomi nya. Mengandalkan ekspor sebagai peningkatan pertumbuhan ekonominya dengan menciptakan entrepreneurship baru sehingga lapangan pekerjaan mulai tercipta dan makin banyaknya masuk investor.
Bagaimana dengan kita, perekonomian kita mulai membuka diri saat era Orde Baru di tahun 1966. Puluhan tahun kita berkutat pada ketergantungan pada pihak barat yang menjadi penopang ekonomi kita. Sebuah kesalahan fatal yang menyebabkan kita seakan-akan mengemis pada Dollar nya AS.
Ketergantungan pada hutang dalam proses pembangunan segala aspek, dan ketidakmampuan dalam hal pegawasan penyaluran dana-dana tersebut, awal dari pemerintahan korup.
Kepemimpinan yang kuat di seperti di China, sangat diperlukan oleh Indonesia saat ini. Apakah Indonesia tidak memiliki kepemimpinan yang kuat? Tentu saja ada. Tapi seakan-akan mereka berusaha menghindar akan menjadi pemimpin. Presiden sukarno memiliki pemikiran yang hebat, yang bisa disetarakan dengan pemimpiin besar lain nya di dunia ini, tetapi pemikiran bung Karno hialng bak ditelan bumi saat pergantian orde berlangsung. Orang yang di cap sebagai Sukarnois di singkirkan saat itu. Padahal Bung Karno lah yang mampu menjinakkan China.
Kita memiliki sejarah yang kuat dengan china dibandingkan dengan Negara lain di Asean in. adalah keuntungan jika kita mampu mengandeng lebih jauh lagi China demi kesejahteraan semua elemen masyarakat.
Tetapi harus ingat untuk tidak menjadi suatu pengemis yuan. Cukup sudah kita di dikte oleh iihak barat selama puluhan tahun. Pada  2025 setidaknya ramalan akan kekuatan ekonomi bahwa Inndonesia akan menjadi 10 besar kekutan ekonomi dunia, dan 2050 menjadi 5 besar. Ingatlah untuk tetap menjaga harga diri bangsa di mata iternasional, setidaknya kita memiliki saatu pamor untuk melawan apa yang tidak kita kehendaki.
Membangun negeri yang sesuai dengan cita-cita pancasila tidaklah mudah, harus ada pengorbanan lebih yang harus kita keluarkan. Tetapi jika pemimpin kita sendiri tak memiliki hati seorang pancasila, maka tak mungkin tidak bahwa akan terjadi suatu Chaos dalam elemen berpolitik maupun elemen lain. Dalam hal ini,  kita akam makin berada dalam  ketidak pastian.
Pembelajaran terhadap kegagalan menjaga peluang investasi dan ketidakseriusan terhadap mendatangkan investor, akan cukup memberikan rasa malu di dunia internasionalisasi. Cukuplah RIM yang mengalihkan investasi ke negeri tetangga,  jangan ada lagi RIM-RIM lain nya yang mengalihkan investasinya.
Bagaimana mungkin kita bisa mengalahkan China dalam hal ekonomi, jika kita sendiri masih berkutat dengan persoalan dalam negeri saja susah untuk dilewati. Saat ini kita masih belum lepas dari problem korupsi, calo-calo, macet di ibukota dan ketidakmerataan dalam pembangunan.
Belajarlah dari sejarah Bung, bagaimana China dan Singapore mengatasi problem korupsi dan calo-calo anggaran saat ini. Atau belajar juga kepada Thailand yang saat ini sudah memiliki perencanaan yang matang akan transportasi massal mereka. Kita sudah banyak ketinggalan dalam pembanggunan ini.
Lebih tragis lagi, setiap kepala daerah ingin menantikan pemberiaan dana dari pusat, setiap tahun selalu begitu. Menanti dana lebih besar dari pusat. Sampai kapan menanti dana dari pusat terus. Dengan meminta para wakil DPR dari daerah masing-masing untuk melakukan lobi, supaya dana untuk daerah tersebut bertambah. Belajar juga dari kota Solo bagaimana mengelola keuangan daerah dan menambah anggaran mereka. Tidak selalu mengharapkan dana dari pusat.
Kita tahu apa yang harus kita lakukan, tetapi kita tak pernah melakukan apa yang seharusnya kita lakukan. Memang, membangun suatu bangsa yang kuat  dan sejahtera tidak semudah membalikkan telapak tangan, butuh perjuangan dan pengorbanan. Indonesia sudah terlalu banyak perngorbanan, sedangkan dimana perjuangannya. Hanya sedikit kenyataan yang dilakukan, tak pernah ada suatu yang real bagi rakyat.
Rakyat hidup tidak hanya dari roti yang ada, mereka manusia yang membutuhkan sesuatu yang lebih. Keadilan, kebebasan yang saat ini masih sulit dirasakan.
Belajarlah dari siapapun juga hai Bung, belajarlah dari mereka yang telah mencantumkan diri mereka di sejarah. Mereka tak sekadar memberi janji, tapi bukti dari janji-janji mereka.
Kita jangan berdiam diri lagi, jangan berdiam diri melihat ketidak adilan yang ada. Banyak pemimpin di Indonesia saat ini yang telah bandit-bandit ekonomi,  rakyat membayar pajak, tetapi mereka menikmatinya saat pajak ini, bahkan mereka berdalih bahwa mereka adalah orang-orang jujur dan selalu menuruti perintah agama.
Belajarlah hai Bung. Belajarlah, sebelum engkau merasakan gelombang kemarahan rakyat karena ketidak adilan dan kejujuran mu.



Tidak ada komentar:

Ketika Minum Kopi Pagi Hari

Akhirnya kamu meminum kopi terakhir di hari itu Kopi hitam tanpa gula dengan pisang goreng yang manis Duduk sendiri disudut kedai itu mengha...