Senin, 01 April 2013

KEKUASAAN PARA WAKIL RAKYAT


Catatan 19 September 2011
Salah satu media cetak  nasional menuliskan hal begini bahwa, berakhirnya Era Orde baru mewarnai citra perpolitikan di Indonesia, dari kekuasaan tertinggi di pegang oleh Eksekutif kemudian dialihkan ke gengaman Legislatif  setelah mengalami amandemen UUD 1945 tiga kali dalam kurun waktu tiga tahun ( 1999 – 2001 ) semakin meneguhkan bahwa badan legislatif semakin kuat mengenggam kekuasaan, dari semula hanya sebagai lembaga stempel pemerintah hingga  sebagai pembentuk undang-undang. 
Pergeseran kekuasaan ini cukup memberi warna bagi sejarah perpolitikan di Indonesia, tetapi apakah perubahan yang diinginkan oleh para pejuang reformasi ini sudah membuat citra perpolitikan semakin baik? Sungguh miris memang jajak pendapat yang dilakukan oleh kompas edisi senin 5 September 2011 dimana penilaian publik terhadap citra DPR yang hanya 20% menilai Baik dan 80% BURUK.
Semakin besar kekuasaan yang diberikan seharusnya bisa dimanfaatkan untuk memperbaiki citra pemerintah yang di anggap sudah rusak pada Era Orde baru akibat praktek KKN. Tetapi kenyataan berbalik saat ini, justru yang terjadi adalah penyalahgunaan kekuasaan yang ada. Berbagai kepentingan individu maupun kelompok terjadi di lembaga superior ini, bahkan kepentingan rakyat ataupun publik sudah semakin tersingkirkan. Kasus suap wisma atlet menjadi contoh bahwa kinerja DPR dalam pengawasan dan penyusunan anggaran sudah berada di titik terendah. Belum lagi persoalan Sistem Jaminan Sosial Nasional ( SJSN ) yang bisa menjadi payung sosial masyarakat justru tergerus oleh kepentingan para petinggi negeri ini.
Para wakil rakyat yang seharusnya menjadi penyambung lidah rakyat, justru menjadi penyambung lidah elite berkuasa. Harus menunggu berapa lama lagi negeri yang kita banggakan bisa menjadi negeri yang terhormat dimata dunia, bahkan negeri ini sendiri tak bisa mengayomi masyarakat yang ada. Pada era presiden Sukarno, negeri ini akan diramalkan menjadi salah satu negeri yang berpengaruh di dunia. Sebaliknya China yang dilanda perang saudara dan kemiskinan selama berpuluh tahun, justru menjadi negara dengan kekuatan ekonomi terbesar ke dua di dunia. Apalagi malaysia yang dulu belajar dari negeri ini berada di depan kita saat ini.
Bagaimana kita harus bertanggung jawab pada para pejuang yang memperjuangkan kemedekaan dari kolonialisme barat, kita lah yang menyebabkan bangsa ini tererumus ke dalam ketidak adilan dan ketiadaan kehormatan dan wibawa di mata dunia.

Keberanian
Apakah cukup butuh sifat BAIK saja dalam menjadi seorang wakil rakyat, TIDAK. Dibutuhkan keberanian dan tekad yang kuat akan komitmen untuk menjadi penyambung lidah rakyat,  karena ia akan berada di antara kawanan serigala yang selalu siap untuk menjatuhkan setiap saat. Effendi choirie dan Lily wahid sudah merasakan akibat menjadi orang BERANI menentang kebijakan partainya sendiri, dengan akibat terusir dari partainya.
Di provinsi kita masih ingat akan keberanian dari mantan bupati Belitung timur, Basuki T purnama selama ia menjabat sebagai anggota DPRD, ia dengan berani menolak mengambil uang SPPD fiktif bahkan ia juga berani langsung terjun kemasyarakat dan mendengarkan keluhan rakyat, sementara angota lain pada mangkir.
Saat ini masih adakah sesosok wakil rakyat yang mampu memberikan perbedaan dalam kelembagaan dimana ia berada? Banyak orang mengaku dirinya baik hati, tetapi tidak sedikit dari mereka yang kalah dalam perjalanannya. Sebab tekad mereka bukan sebagai wakil rakyat, tetapi sebagai wakil dari elite politik. Waktu sudah menunjukkan kebenarannya, fakta sudah terjadi, apakah kita masih berdiam melihat semua ini. Kitalah yang seharusnya membuat perbedaannya, wakil rakyat sudah lupa akan fungsi dan sumpahnya. Dimanakah yang namanya suara rakyat berada, apakh ia berrsembunyi di bawah kemewahan dan kenikmatan yang ada?
Sejauh mana tindak laku para elite politik yang ada saat ini. Jika Napoleon Bonaparte menempatkan saudara dan kerabatnya di setiap daerah jajahan untuk diangkat menjadi raja atau peguasa di masing-masing koloni yang dikuasainya supaya melangengkan kekuasaan Napoleon. Bagaimana, apakah saat ini masih ada pemimpin yang bertingkah seperti Napoleon yang mementingkan kekeluargaan dalam setiap kebijakan politiknya ataukah lebih mengedepankan kualitas dan mentalitas seseorang dalam setiap kebijakannya politiknya.
Kita terlalu santai menyingkapi setiap kejadiaan  yang terjadi di sekitar kita, negeri ini membutuhkan seorang wakil rakyat yang punya keberanian untuk melawan arus yang ada, dan harus siap untuk ditempatkan di tengah-tengah serigala.


Mungkin masih ingat lagu dari Iwan Fals yang berbunyi seperti ini :
Dihati dan lidahmu kami berharap
Suara kami tolong dengar lalu sampaikan
Jangan ragu jangan takut karang menghadang
Bicaralah yang lantang jangan hanya diam.
Benar, dan itu apa adanya, rakyat tak membutuhkan suara-suara kosong yang hanya mendengarkan suara dari kolega atau mitra sahabat.  Sebab wakil rakyat adalah para pelayan rakyat, bukan yang ingin dilayani.
Ekspektasi masyarakat akan para wakil rakyat sudah memburuk, kepentingan golongan tampak lebih dominan menghiasi rapat ataupun pertemuan. Kepentingan rakyat sudah tergerus, jebolnya dana APBN setiap tahun yang bernilai puluhan trilliun seakan-akan menjadi hujan kenikmatan bagi yang berkepentingan. Sementara rakyat di Indonesia timur semakin kekurangan pangan akibat ketidak efektifan progam pemerintah yang tak mampu menyentuh eleman bawah.
Jangan sampai kita di cap oleh internasional bahwa kita adalah Negara gagal dalam membangun, walaupun perjuangan kita melawan kolonialisme selama masa pendudukan patut diancungi jempul, tetapi kita gagal dalam membangun negeri kita sendiri.
Jika Orde Lama masih belum subur praktik KKN, karena masih dalam perjuangan pengmbalian mentalitas oleh pemimpin negeri setelah 350 tahun terrjajah oleh kolonialisme. Setelah itu barulah mengenal dan mempraktekkan KKN saat memasuki Orde Baru karena milliaran dollar masuk ke Indonesia dengan alasan pembangunan. Pengakuan memang kita dapat saat itu, tetapi sebenarnya saat itulah dimulai praktek untuk kehancuran kita.


Tidak ada komentar:

Ketika Minum Kopi Pagi Hari

Akhirnya kamu meminum kopi terakhir di hari itu Kopi hitam tanpa gula dengan pisang goreng yang manis Duduk sendiri disudut kedai itu mengha...