Sebuah
Cerita . . . 2
KEMANA SI
‘ADIL’?
Bermula dari kasus pembunuhan pada
tahun 2005 di Tana Toraja, empat anggota keluarga tewas dibunuh. Lalu polisi
memulai penyelidikkan, dan hasilnya adalah dua orang tersangka kemudian diadili
dan dijatuhkan hukuman mati.
Kedua tersangka hukuman mati
mengajukan kasasi, ditolak oleh MA, PK MA juga ditolak. Malaikat maut siap
mengambil kedua orang ini. Dan nyawa manusia ditentukan oleh palu hakim di
persidangan. Jika bukti-bukti kuat, menanglah, tapi jika bukti tidak ada,
mampuslah.
Belum genap satu tahun, pelaku
pembunuhan sebenarnya baru tertangkap. Dan untuk memperjelas pengakuan para
pelaku, pernyataanpun ditulis diatas materai. Dan siap menanggung segala
hukuman.
Jadi, dua orang yang dijatuhi
hukuman mati adalah korban salah tangkap.
Terus masalah belum selesai, mereka
tetap menjalani hukuman mati yang belum tahu kapan akan dilaksanakan.
Keadilanpun mereka kejar. Tapi belum sampai juga mereka raih.
Saksi mencabut keterangannya,
karena pada saat itu saksi mengalami tekanan dari oknum polisi dan oknum hakim
yang seperti ular beludak yang terus menlilit korban salah tangkap ini.
Kemanakah si ‘Adil’ ini pergi?
Tak ada namanya ‘Adil’ bagi
dua korban ini. Keadilan hanya dipegang
hakim dan para polisi yang terus menekan
dan menekan saksi-saksi hingga mereka memberikan kesaksian palsu. Di sini
ibaratkan para polisi dan hakim menjadi dewa dan tuhan atas keadilan.
Keadilan seperti diperkosa. Belum
ada kejelasan hukum bagi kedua korban ini sampai diberitakan oleh media (Babel
News, 12 Juni 2013).
Kemana media selama ini juga.
Apakah media selama ini sudah dibungkam oleh oknum-oknum yang sudah seperti
dewa keadilan (lebih jelasnya dewa pemerkosaan keadilan).
Begitu juga dengan lembaga-lembaga bantuan hukum
yang sepertinya kecolongan atau memang sengaja membiarkan ini. Saya tidak tahu.
Saya hanya menduga-duga.
Si ‘Adil’ sepertinya sulit diraih.
Mungkin lebih mudah masuk ke liang kubur daripada memegang keadilan. Sebab
keadilan sudah dibeli oleh keturunan ular beludak.
Semoga saja tidak . . .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar