Menjelang Pilkada 2017,
sudah banyak bertebaran baliho-baliho bakal calon Gubernur-Wakil Gubernur di
hampir setiap sudut jalan dan persimpangan yang padat kendaraan. Tak terkecuali
di daerah saya sendiri sering saya jumpai baliho-baliho besar baik calon yang
sudah dikenal atau mereka (belum dikenal) yang tiba-tiba ingin mengambil
kesempatan untuk digandengkan dengan calon yang lebih dulu dikenal.
Gubernur petahana
daerah saya sendiri yang baru satu periode menjabat (mengantikan gubernur lama)
dipastikan akan maju pada Pilkada 2017 dan sudah diperkirakan akan menghadapi
wakil gubernur saat ini juga berniat akan maju pada 2017 ini. Bagi saya ini
merupakan suatu tantangan bagi calon lain untuk maju menghadapi petahana
gubernur dan wakil gubernur yang memiliki sumber daya yang besar sebelum masa
kampanye. Bagaimana tidak, sebelum kampanye sudah bertebaran baliho mengucapkan
selamat hari raya natal, imlek, idul fitri dan HUT RI ke 71. Dan baliho
tersebut hanya memuat satu calon petahana beserta istrinya saja (tidak
disertakan wakilnya), dan memang benar bahwa petahana lebih memiliki sumber
daya berlimpah dalam menghadapi Pilkada. Walau keputusan akhir tetap ditangan
rakyat.
Dan tentu saya juga
mengerti bagaimana Pak Ahok sebagai Gubernur DKI Jakarta tidak mau mengambil
cuti kampanye akan menimbulkan kekuatiran bagi calon-calon lainnya jika Pak
Ahok mengunakan sumber daya yang dimiliki untuk curang dalam kampanye nanti. Tentu
saja akan membuat keblingler calon lainnya dalam menghadapi Pak Ahok.
Kembali dalam judul
diatas bahwa dalam masa kampanye kita akan disuguhkan dengan makanan berupa
“Janji-Janji Manis Kampanye”, dan ini berbeda dengan Martabak Manis khas
Bangka, tentu tidak kalah manis dengan martabak manis khas Bangka. Dan setiap
hari kita akan dipaksa untuk membaca setiap janji-janji kampanye (hal ini
seolah terasa seperti calon tersebut mengambil makanan dan memasukkannya
kedalam kerongkongan).
Saat memasuki masa-masa
pilkada 2017 akan muncul baliho-baliho “hantu”, mengapa? karena baliho-baliho
tersebut hanya akan kembali ditahun 2022 mendatang. Jadi sudah seperti penjual
durian musiman. Biasanya setiap baliho akan menampilkan nama, wajah, gelar
dalam pendidikan, kata-kata kiasan, dan pemaksaan dalam pemberian gelar dalam
masyarakat, contoh “Bapak Pembangunan”.
Dan apalagi saat
memasuki masa kampanye kita akan melihat bendera-bendera bergambar binatang,
simbol-simbol, warna-warni baik merah, kuning, orange, hijau dan biru
bertebaran di median jalan ibukota. Jalanan dipenuhi kader-kader konvoi
keliling, atau berkumpul dilapangan sambil berteriak-teriak membela calonnya.
Dan sampah-sampah sisa-sisa kampanye dibersihkan kembali oleh petugas
kebersihan. Dan calon-calon akan mendadak rohani dengan juga memasang baliho
ditempat-tempat ibadah.
Setiap janji kampanye
tentu harus ada realisasinya selama lima tahun jabatan, apakah janji lama bisa
ditepati sebelum membuat janji baru? Atau calon lainnya yang akan mencalonkan
sudah memiliki visi dan misi jika ia terpilih, atau hanya seperti
sebelum-sebelumnya? Kita berharap yang akan terpilih sebagai gubernur dan wakil
gubernur bukanlah pemenang, tapi pelayan rakyat. Pemenang akan memperlakukan
dirinya sendiri sebagai raja, tapi pelayan akan memperlakukan dirinya sebagai
hamba.
Raja memberi makan
rakyat dengan janji-janji, tapi pelayan akan menyediakan makan bagi rajanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar